OPINI

Dana Desa Merupakan Pilihan Atau Paksaan

Rony Bate,e (Pemred: www.mediatransnews.com)***
Dana desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat digunakan sesuai ketentuan. Dana desa diarahkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan pada bidang pembangunan dan bidang pemberdayaan masyarakat.

Bahkan, dana desa difokuskan untuk membiayai kegiatan yang bersifat lintas bidang seperti kegiatan produk unggulan desa, Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).

Pertanyaan yang muncul, apakah prioritas dana desa merupakan pilihan atau paksaan?

Jawaban untuk pertanyaan tersebut dapat dianalisa pendekatan normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pilihan atau paksaan, silahkan dicerna sesuai perspektif dan kepentingan masing-masing. Tidak menutup kemungkinan pula lahir alternatif jawaban berbeda selain pilihan atau paksaan.

Kewenangan desa. Melalui UU Desa, saat ini desa diberikan keleluasaan untuk mengidentifikasikan rincian kewenangan yang diatur dan diurus langsung oleh desa, yakni kewenangan berdasarkan hak asal usul desa dan kewenangan lokal berskala desa.

Yang mana desa memiliki kekuasaan untuk menetapkan daftar kewenangan desa setelah dibahas pada musyawarah desa, disepakati antara kepala desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dan ditetapkan dalam peraturan desa.

Pemerintah desa bersama dengan masyarakat merencanakan dan melaksanakan jenis-jenis kegiatan tertentu yang sesuai dengan kewenangan desa. Idealnya, bila ada kegiatan yang bukan bagian dari kewenangan desa maka dapat dipastikan tidak dapat dibiayai oleh dana desa.

Poin penting dari analisa ini adalah identifikasi kewenangan desa merupakan hal yang paling mendasar untuk melegitimasi dan melegalkan penggunaan dana desa.

Penentuan kewenangan desa ini sering dipandang remeh oleh sebagian kabupaten/kota di benerapa daerah. Bahkan, sejak dimulainya penerapan UU Desa pada 2015 lalu, wacana identifikasi dan inventarisasi daftar kewenangan desa baru bergulir sejak pertengahan 2016.

Prosesnya pun berlangsung panjang, di antaranya diawali dengan penyusunan draft peraturan bupati/wali kota tentang daftar kewenangan desa sebagai tindak lanjut dari Permendagri No.44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa. Peraturan bupati/wali kota tersebut baru dapat ditetapkan apabila telah mendapatkan rekomendasi dari gubernur setelah berkoordinasi dengan menteri.

Dengan proses panjang ini tentu menyita waktu yang cukup lama, sehingga bukan tidak mungkin terjadi kekosongan acuan peraturan terkait kewenangan desa. Akan tetapi, agar terang batasan pembagian antara kewenangan kewenangan kabupaten/kota, maka proses tersebut harus dilaksanakan secermat mungkin, terutama dengan melibatkan peran serta pemerintah desa serta unsur masyarakat.

Sebagai contoh, pada Pasal 11 huruf e dalam Permendagri No.44 Tahun 2016 disebutkan bahwa salah satu kriteria kewenangan lokal berskala Desa adalah program atau kegiatan sektor yang telah diserahkan ke Desa.

Pertimbangan terhadap kriteria tersebut akan berimplikasi pada munculnya program atau kegiatan di desa yang dulunya dilaksanakan oleh organisasi perangkat daerah, misalnya pembangunan jalan.

Contoh berikutnya adalah kebalikan dari contoh sebelumnya. Pada Pasal 8 dalam Permendesa PDTT No.1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa, disebutkan bahwa penetapan BUM Desa merupakan salah satu kewenangan desa pada bidang pemerintahan***

Penulis: Rony Bate,e
Pemred: www.mediatransnews.com

TERKAIT