Setelah Jalani Sekian Tahun Kuliah

Rosti Uli Purba Anggota DPD RI Resmi Sandang Gelar SiKom

Anggota DPD RI Rosti Uli Purba***
PEKANBARU - Anggota DPD RI Rosti Uli Purba mengakhiri masa kuliahnya di Persada Bunda, diwisuda nya anggota bersama ratusan wisudawan/wisudawati lainnya yang digelar di gedung SKA Co Ex Pekanbaru, Sabtu (8/12/2018). Dengan demikian mulai hari ini, resmi menyandang gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (SiKom).

"Puji Tuhan. Berkat perjuangan serta dedikasi saya selama kuliah dan juga support dari seluruh dosen juga keluarga dan kerabat, hari ini saya merasa bersyukur ikut wisuda. Sekali lagi terima kasih kepada Tuhan Yesus, terimakasih kepada semuanya," ucap Rosti Uli Purba disela sela wisuda.

Kendati proses kuliahnya cukup lama, lantaran kesibukannya sehari hari sebagai anggota DPD RI, namun istri MS Silaban (Alm) ini tetap semangat dan bisa membagi waktu. Bagi dia menuntut ilmu tidak mengenal usia. "Selama Tuhan masih memberi umur yang panjang dan kesehatan, apapun harus kita lakukan, kesempatan tidak datang dua kali," kata Rosti Uli.

Saat ujian skripsi beberapa waktu lalu, Rosti Uli lulus dengan nilai memuaskan. Dia mengangkat tema skripsi tentang perdagangan manusia (anak dan perempuan) atau yang sering disebut human traficking dari perspektif komunikasi berjudul: "Strategis Komunikasi Pemprov Riau Dalam Mengimplementasikan Program Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Manusia".

Menurut Rosti Uli di Indonesia, terutama anak dan perempuan, masih belum menemukan titik terang. Sejak tahun 2012, Indonesia masih ada di peringkat kedua kejahatan perdagangan manusia yang melibatkan kekerasan maupun eksploitasi seksual terhadap anak.

Kondisi yang sama juga sangat rentan terjadi di Riau yang berbatasan dengan negara tetangga. Apalagi kondisi geografi yang cukup sulit dikontrol dengan maraknya pelabuhan pelabuhan tikus yang memberi ruang bagi kejahatan human trafficking.

Untuk itu dia meminta gugus tugas tindak pidana perdagangan orang (TPPO) segera melakukan tindakan, baik terhadap penanganan kasus maupun pada aspek pencegahan sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memerangi perdagangan manusia khususnya anak.

Menurut bunda Rosti, pengawasan terhadap dinas-dinas yang ada di pemerintah daerah sangat penting dilakukan. Tak hanya itu, pemerintah, khususnya provinsi Riau perlu melakukan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat terutama tentang adopsi anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Secara umum, lanjut Rosti, anak-anak dan perempuan merupakan pihak yang rentan menjadi korban perdagangan dan eksploitasi. Mereka yang menjadi korban sebagian besar berasal dari kelompok masyarakat yang rentan.

Faktor-faktor penyebab terjadinya perdagangan anak antara lain kurangnya kesadaran dan konsep berpikir yang salah pada masyarakat, faktor kemiskinan yang memaksa banyak keluarga untuk merencanakan strategi penopang kehidupan mereka termasuk mempekerjakan anak-anaknya karena jeratan hutang, keinginan cepat kaya, dan faktor kebiasaan penduduk yang menjadi budaya. Dia menyebut, maraknya kasus kekerasan terhadap anak dan perdagangan anak akibat belum optimalnya upaya perlindungan anak. Kasus perdagangan anak cenderung mengalami peningkatan.

Indonesia, kata Rosti, merupakan negara sumber, transit, dan tujuan dari perdagangan orang terhadap perempuan dan anak, terutama untuk tujuan prostitusi dan ekpolitasi terhadap anak. Fenomena perdagangan orang dewasa ini semakin beragam bentuk dan modusnya. Banyak pelacuran baik di area lokalisasi maupun di tempat-tempat pelacuran terselubung seperti di kafe, panti pijat, salon kecantikan plus-plus, hotel dan lain-lain mulai menjamur, baik di kota besar maupun di pedesaan.
 
“Untuk mengatasi hal tersebut maka sebaiknya dilakukan upaya perlindungan terhadap korban trafficking anak namun banyak tantangannya," katanya dalam wawancara via WhatsApp dengan Berazam.

Menurut dia, perlu kesadaran dan peran serta seluruh masyarakat, penyelenggara negara, dan aparat penegak hukum. Selama ini masalah perdagangan dan eksploitasi anak hanya berfokus pada masalah yang sudah terjadi dan penyelesaian terhadap penanganan kasus. Sementara upaya pencegahan dan pemenuhan terhadap hak anak masih kurang.*(Rls/Bzc)***
TERKAIT