Usut Proyek Drainase

Dewan Minta Penegak Hukum Usut Proyek Drainase Sukarno Hatta

Plang proyek pembangunan saluran Drainase Sukarno Hatta paket B***
MEDIATRANSNEWS, PEKANBARU - Proyek pemerintah yang terindikasi menyalahi spek, dapat dilakukan pengusutan oleh aparat penegak hukum. Sebab jika ada perubahan spesifikasi mestinya harus dituangkan dalam kontrak kerja.

Hal itu disampaikan anggota Komisi D DPRD Riau Abdul Wahid menanggapi dugaan manipulasi material pada proyek pembangunan Drainase Sukarno Hatta Pekanbaru paket B, Senin (15/01/18).

“Kalau pengerjaan tidak mengacu pada spesifikasi berarti itu mengurangi mutu. Dan itu masuk kategori pelanggaran hukum dan bisa dipidana karena tidak sesuai dengan kontrak. Jadi aparat hukum harus masuk karena itu bukan delik aduan. Jika terindikasi korupsi penyidik bisa masuk”, ujarnya.

Menurut politisi PKB tersebut, PPTK dan Kuasa Pengguna Anggaran harus bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukan oleh PT Mulia Sejahtra Utama (MSU) selaku kontraktor pelaksana.

“Aparat penegak hukum wajib hukumnya untuk mengusut proyek pemerintah yang terindikasi korupsi”, tegas Abdul Wahid.

Terkait masa pelaksanaan yang kontraknya hingga 7 Januari 2018 sesuai papan plang proyek, Abdul Wahid mengatakan itu tidak boleh, kecuali pemeliharaan.

“Pengerjaan proyek APBD Murni harus selesai sesuai tahun anggaran. Jika ada proyek pemerintah yang pengerjaan fisiknya melebihi tahun anggaran, itu patut dipertanyakan”, ujarnya.

Pernyataan senada juga disampaikan anggota DPRD Riau Mansyur HS. Menurutnya, pengerjaan proyek yang melewati tahun anggaran patut dipertanyakan. Pasalnya, pembayaran  kontrak pengerjaan dilakukan  selambat lambatnya pada akhir tahun anggaran 2017.

Sebelumnya, Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Masyarakat Jihat (LPKSM Jihat) Efialdi, mengungkapkan pembesian baja tulangan beton dan box culvert pada proyek Drainase Sukarno Hatta paket B, seharusnya menggunakan besi ulir.

Namun oleh kontraktor PT MSU malah dicampur dengan besi polos. Bahkan pada pengerjaan box culvert pembesian semestinya dua lapis, namun di lapangan hanya satu lapis saja, ujarnya.

Selain soal tekhnis, proyek APBD Riau senilai Rp 6,3 miliar tersebut kini terhenti di Simpang Jalan Dirgantara akibat pembebasan lahan yang belum tuntas. (Aw/Mtn)***
TERKAIT