Puluhan Tenaga Kerja PT. PMBN Belum Terdaftar Ke BPJS Tenaga Kerja Dan BPJS Kesehatan

Terkait BPJS Kesehatan Dan Tenaga Kerja, PT. PMBN Diduga Kangkangi UU Nomor 13 Tahun 2003

Kard BPJS Kesehatan dan BPJS Tenaga kerja (Ft: Net) ***
PELALAWAN, (Mediatransnews) - Diduga Puluhan tenaga kerja di perusahaan PT. PMBN yang berlokasi di Desa kyap jaya Kabupaten pelalawan tidak  terdaftar dalam BPJS jaminan kesehatan maupun BPJS jaminan ketenaga kerjaan.

Beberapa tenaga kerja di PT. PMBN yang nama-nam mereka meminta untuk tidak dipublikasikan. Menceritakan kepada media ini, bahwa mereka sebagai tenaga pekerja borongan tidak terdaftar atau di daftarkan oleh pihak perusahaan ke BPJS kesehatan dan BPJS Ketenaga kerjaan, sehingga kami kalau ada kecelekaan maupun sakit harus kami tanggung sendiri.

Hal ini terbukti salah satu tenaga kerja atau karyawan borongan di PT. PMPN, saat melahirkan tidak di tanggung biaya oleh pihak perushaan maupun pihak BPJS yang akhirnya jadi biaya pribadi. Yang seharusnya pihak perusahan menanggung semua biaya, karena pihak perusahaan tersebut belum  melakukan kewajibannya untuk mengikutsertakan tenaga kerjanya menjadi anggota BPJS Kesehatan. Ucapa sumbsr. Rabu, 28/7/21

Sementara UU telah mengatur, bahwa perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya menjadi anggota BPJS Kesehatan yang ditetapkan pada tanggal 1 Januari 2015. BPJS Kesehatan memberikan pelayanan kesehatan bagi anggotanya termasuk pemeriksaan kehamilan dan persalinan. BPJS menetapkan besaran tarif persalinan normal di Faskes I sebesar Rp. 600.000. Jika biaya persalinan normal lebih dari Rp 600.000, selebihnya peserta harus membayar sendiri.

Tetapi apabila perusahaan ternyata belum mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Kesehatan, maka perusahaan harus menanggung pelayanan kesehatan pekerjanya sesuai manfaat yang diberikan BPJS Kesehatan.

Cakupan program BPJS Kesehatan termasuk pemeriksaan kehamilan dan pelayanan persalinan yang diberikan kepada pekerja perempuan
berkeluarga atau istri pekerja peserta BPJS Kesehatan. Jadi, jika tenaga kerja telah diikutsertakan dan menjadi anggota BPJS Kesehatan, maka istri
tenaga kerja berhak memperoleh bantuan biaya persalinan dari BPJS Kesehatan.

Pasal 76 ayat 2 UU No.13/2003, tentang Ketenagakerjaan. Telah diatur. yang mempekerjakan seorang wanita pada pekerjaannya yang mengganggu kesehatannya atau kesehatan anaknya, sebagaimana yang ditentukan oleh pihak berwenang, harus dilarang selama masa kehamilan dan sampai sekurang-kurangnya tiga bulan setelah melahirkan dan lebih lama bila wanita itu merawat anaknya.

Pemerintah juga mengatur secara tegas hak-hak lepas dari pekerjaan selama masa mengandung hingga persalinan dengan tetap mendapatkan gaji dan sebagainya bagi karyawan wanita. Dalam peraturan cuti melahirkan, cuti hamil diberikan selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan.

Setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk melaporkan setiap kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh kecelakaan kerja yang menimpa karyawan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu perusahaan juga wajib melaporkan kepada dinas yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

Sebuah perusahaan memiliki kewajiban dan tanggung jawab secara hukum atas setiap kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan. Tanggung jawab
tersebut bukan kerugian akibat kecelakaan saja, namun juga memastikan bahwa karyawan yang mengalami cacat akibat kecelakaan kerja tidak
diputus langsung hubungan kerjanya.

Maka dari itu segala upaya dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja. Karena dampak dari kecelakaan kerja tersebut tidak
hanya berdampak bagi karyawan saja, melainkan akan berdampak juga bagi perusahaan.

Keselamatan kerja bagi seluruh karyawan merupakan tanggung jawab perusahaan untuk mengatur dan memelihara ruangan, alat perkakas, di tempat dimana perusahaan menyuruh karyawan melakukan pekerjaan.

Tanggung jawab keselamatan kerja oleh perusahaan bertujuan agar setiap karyawan terhindar dari kecelakaan kerja dan bahaya yang mengancam
badan, kehormatan serta harta bendanya.

Jangan sampai karyawan mengalami kecelakaan kerja dan operasional perusahaan menjadi terganggu. Pasal 86 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003. Tentang Ketenagakerjaan setiap karyawan memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan kerja. Hal tersebut meliputi upaya keselamatan dan kesehatan kerja guna memberikan jaminan keselamatan serta meningkatkan derajat kesehatan para karyawan.

Jaminan keselamatan tersebut dapat dilakukan dengan cara pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Atau mengendalikan bahaya di
tempat kerja. Juga pada Pasal 87 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, pihak perusahaan harus menerapkan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk melaporkan setiap kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh kecelakaan kerja yang menimpa karyawan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu perusahaan juga wajib melaporkan kepada dinas yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

Pelaporan tersebut harus dilakukan tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak terjadinya kecelakaan sebagai laporan tapah I. Kemudian untuk laporan tahap II perusahaan harus melaporkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang menimpa karyawan sejak karyawan dinyatakan sembuh, cacat, atau meninggal dunia kepada BPJS Ketenagakerjaan dan dinas terkait.

Nah UU No.11 Tahun 2020, tentang Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan) tidak memberikan kewenangan kepada pengusaha atau perusahaan untuk
membuat perjanjian kerja yang memuat ketentuan larangan menikah maupun larangan hamil selama masa kontrak kerja atau selama masa tertentu dalam perjanjian kerja. Ketentuan ini terdapat pada Pasal 153 ayat 1 huruf e UU No.11 tahun 2020, tentang Cipta kerja (Kluster Ketenagakerjaan) yang berbunyi :

Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
menyusui bayinya. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan karena pekerja hamil adalah batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan sesuai Pasal 153 ayat 2 UU No.11 Tahun 2020, tentang Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan).

Pada prinsipnya, perusahaan tidak dapat memaksa tenaga untuk mengundurkan diri karena hamil. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa kehamilan bukanlah alasan yang sah berdasarkan hukum/Undang-Undang untuk digunakan sebagai alasan memberhentikan pekerja, meskipun sudah diperjanjikan sebelumnya.

Selain itu, perusahaan tidak dapat memaksa tenaga kerja untuk mengundurkan diri, karena pengunduran diri haruslah didasarkan pada kemauan dari pekerja (pasal 154 huruf ( i) UU No.11/2020. Cipta kerja Kluster Ketenagakerjaan).

PT. PMBN yang di konfirmasi madia ini melalui JM dan KTU lewat via WhatsApp pribadi. Kamis, 29/7/21. Namun hingga tayangnya berita ini, belum ada respon atau tanggapan dari pihak perusahaan PT.PMBN. (Noris B) ***

TERKAIT