Diduga Berpotensi Menimbulkan Konflik Kepentingan

Dirjen PSLB3 Merangkap Komisaris PT Pertamina Hulu Rokan

Dirjen PSLB3 Merangkap Komisaris PT Pertamina Hulu Rokan ***
PEKANBARU, (Mediatransnews.com) - Direktur Eksekutif CERI  memohon Menteri BUMN dengan penuh kearifan dapat meninjau posisi Vivien Rosa Ratnawati sebagai Komisaris PT Pertamina Hulu Rokan agar semua proses bisnis terkait pengelolaan limbah TTM B3 bisa berjalan fair dan transparan serta akuntabel sekaligus membuat PT PHR lebih peduli menjaga lingkungan hidup dalam menjalankan operasinya.

"Kami telah melakukan konfirmasi pada 10 Januari 2022, hingga penulisan ini tidak ada jawaban dan bantahan terhadap status Anggota Komisaris PT Pertamina Hulu Rokan yang dirangkap oleh Dirjen PSLB3  Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan, Rosa Vivien Ratnawati," ucap Yusri di sela kesibukannya kepada kru media ini. Jumat, (14/01/22).

Mengingat hingga saat ini setelah alih kelola Wilayah Kerja Migas pada 9 Agustus 2021 dari PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) kepada PT Pertamina Hulu Rokan (PT PHR)  tidak ada kegiatan fisik apapun dilapangan terhadap pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat limbah TTM B3 yang diwariskan oleh PT CPI maupun oleh aktifitas PT PHR sendiri.

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan, setidaknya UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Presiden Nomor 92 tahun 2020  tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bahwa Ditjen PSLB3 Kementerian LHK adalah yang menentukan kebijakan pengelolaan limbah B3, memonitor dan mengawasi pemulihan lingkungan terkontaminasi limbah TTM B3, serta memastikan pengelolaan limbah TTM B3 harus sesuai peraturan perundang undangan.

Fakta-faktanya;

Berdasarkan notulensi rapat pada April 2018 di KLHK, yang dihadiri PT CPI, SKK Migas dan DLHK Riau, menyebutkan bahwa Dirjen PSLB3 Vivien Rosa telah mimpin rapat tanggal 12 Desember 2017 yang telah menyimpulkan jumlah lokasi limbah TTM B3 diakui sebanyak 786 lokasi di Blok Rokan.

Konon kabarnya, angka sebanyak 786 lokasi di luar pengaduan masyarakat yang tercatat di Dinas LHK Provinsi Riau sebanyak 297 lokasi limbah TTM B3.

Hingga hari ini Menteri LHK belum pernah membuka ke publik hasil audit lingkungan Wilayah Kerja Migas PT CPI di Blok Rokan sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 50 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.

Seperti diketahui, atas dasar hasil audit lingkungan tersebut telah digunakan sebagai dasar Head of Agreement (HoA) antara PT CPI dengan SKK Migas pada 29 September 2020 di kantor SKK Migas yang disaksikan oleh Menko Marinves dan Dirjen PSLB3 mewakili Menteri LHK, bahwa PT CPI hanya dibebankan anggaran sekitar USD 265 juta sesuai split dengan Pemerintah untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup dari limbah TTM B3 akibat operasi PT CPI selama ini, dan PT CPI dibebaskan dari seluruh kewajiban untuk memulihkan limbah TTM B3 di Blok Rokan.

Namun, menurut notulen rapat pembahas rencana kerja pemulihan fungsi lingkungan hidup wilayah blok Rokan pada 12 Agustus 2021 yang dihadiri oleh staf Ditjen PSLB3, Kementerian ESDM dan PT PHR, ternyata data-data jumlah lokasi TTM B3 masih ada penambahan yang signifikan sejumlah  42 lokasi dari 234 lokasi hasil audit lingkungan.

Artinya data hasil audit lingkungan yang digunakan sebagai dasar HoA sangat diragukan akurasinya, sehingga dengan telah dibebaskannya PT CPI dari kewajiban apapun akibat HoA tersebut, berpotensi merugikan negara jika kenyataan titik limbah TTM B3 dan volume limbah TTM B3 jauh melebihi dari hasil audit lingkungan tersebut.

Bahwa PT PHR yang mendapatkan penugasan dari SKK Migas sesuai surat tanggal 26 Juli 2021 untuk memulihkan fungsi lingkungan hidup akibat perbuatan PT CPI baru akan berencana pada Febuari 2022 untuk melakukan kegiatan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan proses tender untuk menunjuk pihak ketiga sebagai pelaksananya.

Sehingga kedudukan Vivien Rosa sebagai Dirjen PSLB yang menentukan teknologi pemulihan dan mengawasi proses pemulihan hingga merekomendasi penerbitan Surat Selesai Pemulihan Limbah Terkontaminasi (SSPLT) kepada Menteri LHK untuk setiap kegiatan pemulihan lingkungan hidup yang dilakukan pihak ketiga, ternyata merangkap sebagai Komisaris PT PHR, sehingga posisi jabatan tersebut  berpotensi terjadi konflik kepentingan bagi kepentingan Kementerian LHK dengan PT PHR untuk memutus siapa pihak ketiga melaksanakan pemulihan fungsi lingkungan hidup.

Selain itu, disinyalir mengakibatkan personal di ditjen PSLB3 akan 'ewuh pekewuh' dalam menjalankan tugas pengawasan dan penindakan apabila PT PHR lalai menjalankan kewajibannya memulihkan fungsi lingkungan hidup yang terkontaminasi limbah TTM B3.

Kedudukan rangkap jabatan komisaris itu bertentangan pula dengan UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Pasal 33 UU BUMN Nomor 19 tahun 2003. ***

Sumber: Sybber88

TERKAIT