Diduga DLHK Riau Hanya Memanfaatkan MMP

Kuasa Hukum MMP: DLHK Sepertinya Keliru Dalam Menerjemahkan UU Cipta Kerja

Surat Keputusan DLHK Riau, Lahan sawit dan Kepala Dinas DLHK Riau***
PEKANBARU, (Mediatransnews) -  Kebun Kelapa Sawit yang diduga Ilegal di Riau seakan tidak tersentuh hukum, sehingga membuat masyarakat kecewa kepada aparat tetkait dan penegak hukum khususnya di bidang kehutanan.

Yang sangat menjadi perhatian publik saat ini adalah lahan Ex areal PT. Rimba Seraya Utama di Kecamatan Kampar Kiri Hilir Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

Yang mana Areal seluas 12.600 Hektar yang konon sudah ditanami kelapa sawit tanpa izin oleh beberapa perusahaan seperti PT. Sarindo (Ayau), PT. Central (Johanes) hingga sampai saat ini masih eksis beroperasi.

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau yang diamanahkan untuk menjaga lahan tersebut pun terkesan tidak berdaya dalam mengamankan Aset negara ini.

Bahkan sebelumnya DLHK Provinsi Riau telah membentuk Kelompok Masyarakat Tempatan yang bernama Masyarakat Mitra Polhut (MMP) dengan SK Tanggal 10 November 2020 dan ditandatangani oleh Kadis DLHK Riau Mamun Murod.

MMP ditugaskan untuk menjaga , mengawasi bahkan menangkap dan mengamankan barang bukti  dan siapapun yang menganggu lahan tersebut.

Namun fakta dilapangan MMP yang melakukan tugasnya dengan mengawasi dan menjaga Aset negara dengan biaya sendiri malah kecewa karena setelah Oknum-oknum yang masih menguasai Kebun ilegal tersebut yang di tangkap tangan oleh MMP malah di biarkan oleh DLHK Prov Riau.

Saat ini antara masyarakat terjadi konflik di atas lahan tersebut, bahkan masyarakat yang sudah dilaporkan ke Polda oleh Oknum kelompok Tani yang menguasai Aset negara ini. Masyarakat tempatan dituduh mencuri TBS. Padahal Oknum pelapor juga sangat diragukan alas Haknya, karena lahan tersebut adalah milik negara.

Kekecewaan masyarakat tempatan disampaikan oleh H.Hanafi kepada media pada Selasa 27/04/2021. Hanafi menyatakan sangat kecewa kepada DLHK riau yang justru membiarkan lahan aset negara dan Kebun sawit ini tetap di kuasai secara ilegal oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.  Tutur Hanafi.

Lanjut Hanafi, " Ya kita sangat kecewa lah, masyarakat tempatan berusaha melarang sesuai aturan, namun DLHK mengizinkan,".

Bahkan Plang yang dipasang disetiap sudut jadi percuma saja dan hanya membuat malu kami masyarakat yang sudah bersusah payah membantu penegak hukum. Seakan DLHK Riau, hanya memanfaatkan MMP. Ucap Hanafi lewat WA.

Hanafi yang juga merupakan ketua MMP, sangat berharap agar ada kejelasan masalah hukum dan status kebun kepala sawit yang sudah ditanami secara ilegal di Areal tersebut, agar masyarakat tempatan jangan menjadi korban. " Kami di suruh menjaga, namun upaya kami menjaga sia-sia belaka," jelas Hanafi.

Mamun Murod Kadis DLHK Prov.Riau yang dikonfirmasi media ini, seakan mangelak dengan menyuruh media datang kekantor dan meminta penjelasan kepada kepala bidang.

"Bapak bisa minta penjelasan langsung ke kepala bidang dikantor, kalau lewat sms terlalu panjang," ucapnya membalas Chat WA.

Ketika disinggung ketidakmampuan DLHK menegakkan hukum atas kebun sawit ilegal, Mantan kadishut Kep.Meranti ini menepis dan mengatakan jangan seudjon, sambil memberi alasan bahwa UU Cipta Kerja sekarang yang membuat semua kebun tanpa izin jadi legal.

"Bapak sebaiknya jangan suudzon, karena berdasarkan UU CK sekarang tidak ada lagi istilah kebun Ilegal, yang ada hanyalah keterlanjuran," ucapnya via WA selasa 27/04.

Kadis DLHK Riau ini menambahkan bahwa pihak perusahaan diberi waktu 3 tahun untuk mengurus perizinan sesuai pasal 110 A. Yang berbunyi "Pasal 110 A menyatakan, setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang terbangun dan memiliki perizinan berusaha di dalam kawasan hutan sebelum UU ini dan belum memenuhi syarat sesuai perundang-undangan berlaku, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat tiga tahun sejak UU ini berlaku.".

Pada Pasal 110 B berbunyi "dalam pasal 110B ayat 1 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan perkebunan di kawasan hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha sebelum berlakunya UU Cipta Kerja, maka dikenakan sanksi administratif berupa : penghentian sementara kegiatan usaha, denda dan/atau paksaan pemerintah".

Ditempat terpisah Ketua LBH Bela Rakyat Nusantara ( BERNAS ) Sefianus Zai,SH. Kuasa Hukum MMP turut kecewa atas kebijakan DLHK membiarkan areal Hutan negara terus dikuasai secara ilegal oleh oknum perusahaan dan kelompok masyarakat atas nama kelompok tani. Seharusnya negara  harus memberi rasa keadilan kepada masyarakat, DLHK yang punya Tupoksi untuk itu mestinya melakukan langkah menegakkan hukum bukan malah membiarkan pelanggaran terus terjadi.

"DLHK Riau yang punya tupoksi melakukan pengamanan hutan negara mestinya harus menghentikan sementara operasional perusahaan dan kelompok-kelopmpok masyarakat di lahan Hutan negara tersebut sebelum mereka menyelesaikan pengurusan perizinan, Jadi menurut saya sebagai kuasa hukum. DLHK keliru dalam menerjemahkan UU Cipta kerja," tandasnya. Rabu, 28/4/21

"Dalam waktu dekat kita akan koordinasi dengan MMP untuk menyurati dan menyampaikan permasalahan ini kepada Pak Gubernur karena saat ini konflik semakin banyak akibat tidak tegasnya DLHK dalam menegakkan hukum di areal tersebut, saat ini sudah ada kelompok-kelompok masyarakat yang bertikai dan saling lapor polisi, jangan sampai masyarakat tempatan menjadi korban,". Tegas Zai.(Red)***

TERKAIT